Sabtu, 31 Juli 2010

Just Memory With You That Can't Erased From My Heart...

Piiip... Piiip...

Aku melirik jam weker-ku. Huft, sudah pagi rupanya... Aku berbalik memandang tempat tidur di sebelahku. Kosong. Ya, tentu saja. Kini dia sudah tidak akan lagi tidur di sebelahku.

Flashback~...
“YoonA... YoonA...” panggil seseorang sambil menciumi pipiku. Aku membuka mataku dan berbalik menatapnya.
“Hae...” kataku serak. Kulihat dia tersenyum menatapku.
“Ayo bangun... Kita sarapan...” ajak Donghae.
“Shiruh... Aku masih ingin tidur, Hae...” kataku.
“Aigoo, akhir-akhir ini kamu jadi manja, ya... Ayo, pallie...” kata Donghae sambil menggelitik tubuhku. Aku tertawa karenanya.
“Ne, ne... Aku bangun sekarang, Hae...” kataku. Tiba-tiba, Donghae menahan tubuhku di tempat tidur dan mencium bibirku. Ketika dia melepaskan ciumannya, aku tersenyum padanya.
“Donghae, tadi kamu menyuruhku bangun, tapi sekarang kamu menahanku di tempat tidur. Dasar aneh...” kataku sambil berusaha duduk.
“Aku baru ingat, kalau putri tidur sepertimu itu, kalau dicium akan langsung bangun. Lihat, berhasil kan?” tanya Donghae. Aku tertawa kecil mendengarnya.
“Ayolah, perutku sudah lapar, ingin sarapan. Ayo, pallie...” pinta Donghae.
“Araseo, araseo, ayo kita ke dapur...” kataku.

Flashback end~...

--->>><<<--- Aku mengambil sebotol air putih dari kulkas. Lalu mulai meneguknya. Kemudian aku duduk di kursi dan mulai melahap omelette yang tadi kubuat. Hm... Dapur yang luas ini, terasa sepi tanpa kehadirannya. Kemana tawa yang selalu menghiasi dapur ini? Dan senyum yang selalu kudapat setelah aku selesai memasakkan sesuatu untuknya? Flashback~... “Tada...” kataku sambil meletakkan piring berisi sushi di depannya. “Whoa...” gumam Donghae kagum. Kemudian dia mulai melahap salah satu dari sushi yang ada di depannya. “Otte?” tanyaku. Donghae mengacungkan jempolnya. Aku tersenyum bahagia melihatnya tersenyum seperti itu. “YoonA, kau sangat pandai memasak. Tidak salah aku memilihmu!” kata Donghae lagi. “Aigoo, Donghae. Sudahlah, kamu membuatku malu...” kataku tersipu. Setelah itu, kami berdua tertawa bersama. Flashback end~... --->>><<<--- Huft, sepertinya hari ini akan dingin sekali... Aku mengambil mantel coklatku dari lemari. Mantel ini Donghae berikan 2 tahun lalu, sewaktu ulang tahunku yang ke 22... Flashback~ “Saengil chukae, jagi!” kata Donghae sambil memberikan selamat padaku. Aku tersenyum lembut padanya. “Gomawo, Donghae-ah...” kataku lembut. Kulihat dia memasang wajah cemberut. “Waeyo?” tanyaku heran. “Jagi!” katanya. “Eh?” tanyaku heran. “Panggil aku jagi, Yoona-ah!” pinta Donghae. Aku tertawa mendengarnya. “Araseo, jagi!” kataku. Donghae tersenyum senang lalu memelukku. “Saengil chukae, jagi... Haengbokaseo...” kata Donghae sambil mengelus rambutku. “Gomawo...” Flashback end~... --->>><<<--- Aku berjalan menyusuri sungai Han, tempat Donghae menyatakan perasaannya dengan beratus-ratus balon berwarna-warni. Indah sekali waktu itu, rasanya ingin memutar balik waktu... Flashback~... “Yoona...” panggil Donghae, aku berbalik menatapnya. “Waeyo, Donghae-ah...?” tanyaku. “Na... Yoona tuwayeo...” kata Donghae. Mukanya merah padam. Aku kaget mendengarnya dan membeku di tempat. Kemudian aku memeluknya. “Ndatou... Ndatou Donghae tuwayeo...” kataku. Donghae melepas pelukanku dan melompat-lompat bahagia. Sepertinya dia sangat bahagia sekali dengan kata-kataku tadi. Tiba-tiba dia menarik tanganku sehingga aku terbaring di tanah. “Donghae? Wae?” tanyaku. Donghae tersenyum dan hanya menunjuk ke atas. Aku melihat ke langit dan beratus-ratus balon berwarna pink dan merah membentuk kata “SARANGHAE, IM YOON AH!” “Do... Donghae...” air mata menuruni pipiku. Kulihat wajah Donghae yang semakin dekat, dan... Flashback End~... --->>><<<---

Akhirnya aku sampai di sebuah tempat. Tempat di mana aku bisa menemui Donghae sesukaku. Di sini aku bisa bercerita, bercanda bersama Donghae.
“Donghae...” panggilku.
“Sudah 1 tahun sejak kamu meninggalkanku... Sendiri di dunia ini...” kataku. Aku mulai terisak.
“Besok aku menikah, Donghae... Kamu pasti sudah tahu dengan siapa aku menikah Donghae... Aku akan menikah dengan dongsaeng kembarmu, Eunhyukie... Kamu tentunya mau merestui kami kan, Donghae-ah?” tanyaku. Namun, Donghae tidak menjawab apa-apa. Tentu saja, dia tidak akan menjawabku walaupun aku memaksanya menjawabku.
“Tapi, asal kamu tahu... Kamu tidak akan pernah tergantikan, Donghae... Senyummu, keceriaanmu, kebahagiaan yang kamu berikan padaku setiap harinya... Tidak ada yang bisa menggantikannya, sekalipun itu Eunhyuk, dongsaeng kembarmu...” kataku.
“Hanya memori denganmulah yang bisa membuatku bahagia ketika mengingatnya... Terima kasih, kamu telah memberiku begitu banyak, Donghae... Kebahagiaan, memori, kenangan indah, kamu memberiku begitu banyak, Donghae... Sekarang giliranku, untuk membagi kebahagiaan itu pada dongsaengmu, Donghae...”
“Aku janji, akan selalu membahagiakan dongsaeng-mu, Donghae. Karena aku tahu, membahagiakan Eunhyuk sama saja dengan aku membahagiakanmu, Donghae. Karena kalian adalah satu jiwa, kalian berdua adalah sama...”
“Aku akan mencintainya sepenuh hatiku, Donghae, dan akan menyimpanmu sebagai kenangan yang suatu saat akan aku bagi dengan anakku dan Eunhyuk, sama seperti harapanmu...”
“Terima kasih, Donghae... Atas semuanya, kini biarkan aku dan Eunhyuk bahagia... Aku pun akan selalu berdoa untukmu agar kamu pun selalu bahagia dan tersenyum dari atas sana... Saranghae... Cheongmal saranghae...”
Aku meletakkan sebuket bunga mawar putih, kesukaan Donghae. Sebelum pulang, aku berbalik dan mengatakan sesuatu pada Donghae.
“Donghae, mungkin besok aku akan menikahi Eunhyuk... Namun, sejak dulu, hatiku telah menikahimu... Karena itu, aku akan terus mencintaimu... Bahkan sampai kita bertemu di atas sana, suatu saat nanti...”

~Fin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar